foto kepala

Translate

Kamis, 04 Agustus 2016

My First Love ♥


Aku tidak ingin membandingkan ayahku dengan sosok ayah orang lain. Sekali-kali tidak. Ayahku tidak sempurna sebagai sosok seorang Ayah, aku harus jujur itu, dia mungkin kurang bisa memerankan figur seorang suami sekaligus ayah bagi istri dan anaknya. Maaf Ayah sekali lagi aku harus jujur engkau tidak sesempurna sosok ayah yg ideal yg aku ketahui. Bahkan aku masih merasa kosong separuh hidupku dari sosok seorang ayah, yg menjadi imam, pelindung, pengayom. Engkau berusaha melakukannya tetapi tidak penuh. Semua itu bukan karena ketidak mauanmu tapi karena ketidak mampuanmu. Dan semua itu sudah ku ketahui alasannya.

Kekosongan dalam hidupku akan peran seorang ayah ideal, akan tetap kosong, tidak akan bisa terpenuhi oleh sosok yg lain, aku pun tidak akan mencari separuh kosong dari hidupku, biarlah terus kosong sampai tiba saatnya kita bertemu lagi. Aku sudah mengikhlaskan. Mencoba memaklumi sebagai keterbatasanmu. Bukankah yg tidak punya bapak sedari kecil bahkan tidak merasa sepersenpun peran seorang ayah? Maka beruntunglah aku jika aku merasakan 55% peran ayah dalam hidup. Mungkin lebih! Aku tau... 45% yang tidak engkau berikan, tak akan mampu ku dapatkan dari orang lain. Tetapi ayah.... aku memahami itu, aku tidak akan menuntut kurangnya.

Kali ini akan kubagi pada khalayak, 55% yang aku dapat darimu. Yang membuat aku bersyukur, sehingga tidak merasa kurang dan kurang karena tidak mendapat yg 45%. Biar malaikat mencatat, biar angin mendengar, biar ombak berteriak, dan biar tulisanku menjadi bukti bahwa keberadaanmu telah mengisi separuh jiwaku, menjadikanmu cinta pertamaku.

Dia... yang menyematkan namanya pada namaku. Yang sepanjang hidupnya tidak pernah menghardik apalagi memukulku, di saat ayah temanku yg lain acapkali mencubit dan tidak segan memukul anak perempuannya. Dialah ayahku yg tidak mau meninggalkan bekas merah di kulit anaknya karena cubitan, karena dia tau itu akan membekas selamanya di hati anaknya.

Dia.... yang sekalipun tidak pernah protes terhadap masakan mamaku, asin, hambar, pedas, kurang lezat tidak pernah ada komentar. Dia tidak pernah meminta hari ini harus masak ini, harus masak itu. Dia tidak pernah komentar rumah berantakan, baju belum di cuci.

Dia... yg selalu menunggu adzan. Sebelum adzan tiba, dia sudah di atas sajadahnya. Yang disaat pagi buta dia sudah harus berangkat kerja. Tidak pernah ku lihat adzan mendahuluinya. Selalu dia bersiap sholat sebelum adzan datang. Dia selalu memakai wewangian sebelum sholat, seperti orang mau kencan. Tidak pernah kulihat sekalipun dia membeli parfum beralkohol.

Dia... yang tidak pernah berhutang. Dia berkata bahwa hindari hutang. Dia yang selalu ramah dan senyum pada semua orang. Aku tidak bisa, terlebih kepada orang yang membenciku.

Aku tidak pernah mendengar langsung dr mulutnya hal negatif tentang orang lain sekalipun. Tidak sekalipun dia bentrok dengan tetangga sekalipun. Dia satu satunya di rumah ini yang selalu positive thinking. Dia humoris walau pendiam. Dia totalitas dalam bekerja.



Sekalipun selama hidupnya, aku tidak pernah mendengar dia menghardik mamaku, jika ada hal yang membuatnya kurang suka, dia hanya diam. Diam lebih dari biasanya dan hanya beberapa jam saja. Disaat mamaku marah hampir setiap hari, sekalipun dia tidak menjawab. Tidak juga pergi. Dia yang sekalipun merasa aku kurang. Jika nilaiku tidak bagus, dia hanya bilang "nilai ini tidak buruk". Kala aku gagal dalam perlombaan, dia hanya tersenyum dan berkata "ikut lomba itu menyenangkan, tidak perduli hasilnya".

Ketika aku di marahi atau di pukul mamah, dia selalu ada disampingku, kadang memelukku. Dan selalu dia berkata "tidak boleh memukul anak, kecuali dia tidak sholat, itupun tidak boleh yg melukai".

Di saat aku beranjak remaja. Tidak banyak percakapan diantara kita. Dia hanya selalu berpesan "doakan orangtua, terutama selepas sholat, jangan tinggal sholat 5 waktu"

Dimasa ibuku hamil adikku, tak kurang semalampun dia sholat malam. Seminggu saja sholat malam berturut-turut aku tidak mampu. Dialah Ayahku. 45% memang tak diberikannya, seperti yang ayah lain berikan pada anaknya. Tapi aku yakin, 55% yang diberikannya padaku, tidak juga dimiliki seutuhnya oleh ayah ayah di luar sana kan? Aku tidak sedang menghitung pemberian ayahku, persentase itu hanya perumpamaan. Sekarang... jika aku berusaha mencari 45% yang tidak aku dapatkan darinya, bukankah aku akan tetap haus? Akan selalu merasa kurang?? Padahal yg 55% yang ia berikan padaku, juga sulit dimiliki para ayah di luar sana. Tidak ada yang sempurna. Aku memang tidak mendapat ayah yang melindungku seperti seorang body guard. Tetapi bukankan ada juga orang lain juga tidak mendapatkan ayah yg tidak pernah marah? Aku dapatkan itu! So... hidup itu adil kan? Tinggal dari sisi mana kita melihat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar