G.A.L.A.U. Kalimat yang satu ini lagi in banget dikalangan masyarakat kita, gak artis, pejabat, orang biasa, tua, muda sampe bocah pada sering nyebut kata ini.
"Putus sama Gaston,,,Jupe GALAU"
"Jokowi lagi GALAU"
"Mama GALAU niy"
"Cius,,,kita putus??? kamu bikin aku GALAU"
Itulah sepenggal kalimat yang memuat kata GALAU, seringkali kita nyebut ini kalau pikiran kita lagi bingung, hati lagi resah gelisah gundah gulana cetar membahana badai halilintar geledek petir puting beliung tornado deh pokoknya (cape niy gw nulisnya). Sama seperti yang lagi gw alami sekarang. Pacaran dari dulu gak pernah ada yang awet, diusia gw yang udah gak muda lagi pengennya nemu satu aja cowok yang bisa meyakinkan gw ke jenjang lebih serius, yang ada adalah yang sering nyakitin, beda prinsip, beda pemikiran yang ujung-ujungnya sering cekcok dan pada akhirnya gw mikir bahwa dia bukan pria yang tepat untuk mendampingi gw karena gak ngerti maunya gw apa dan selalu beda pemikiran.
Mulai dari pacaran sama cowok baik hati yang rela nerima gw lagi meski udah gw selingkuhin, trus pacaran 3 tahun sama cowok gak jelas segala-galanya, sampe sama cowok yang selalu mau menang sendiri undah pernah gw jalanin. Yang terakhir ini memang sedikit berat, meski udah 1,6 bulan kita bersama, meski udah berusaha semampu gw menurunkan ego gw, mentoleransi setiap kesalahan dia, mencoba menerima kekurangan dia, mencoba menuruti keinginannya, tetapi makin kesini kita bukan makin cocok tapi makin terlihat jelas perbedaan diantara kita. Meski umur kita sama, tingkat pendidikan kita sama, dalam berbagai hal kita punya selera dan kebiasaan bersama (seneng sama kebersihan, seneng renang, suka makanan asin dan pedas), dia tipe aku banget dimana dia ada jiwa pemimpin yang tegas, bisa ambil keputusan sendiri, gak plin plan, bisa melindungi, tapi dari segi pemikiran banyak sekali perbedaan prinsip. Tentu kalau temen-temen sempat baca tulisan saya yang membahas diskusi saya dengan dia mengenai poligami, itu hanya sebagian kecil perbedaan pemikiran antara kita. Berlanjut ke topik panas minggu ini tentang Bupati Garut yang menceraikan istri mudanya hanya dalam tempo 4 hari pasca nikah, hubungan saya dan dia (pacar) pun ikut terbawa panas karena beda pemikiran kami atas kasus ini.
Kami berdua orang yang senang berdiskusi, membahas setiap kasus atau masalah mulai dari ekonomi, bisnis, politik lintas negara, makanan, kebersihan, budaya timur dan barat, kesemua itu kami punya pendapat yang sama, aku menyetujui setiap opininya, aku mengakui keterbatasan negara ku tercinta dalam segala hal. Dari segi bisnis kami punya pikiran yang sama. Jarang banget aku menemukan cowok seperti dia yang basic pendidikannya di bidang kesehatan dan biologi tapi paham dan berwawasan luas tentang segala aspek (poleksosbudhankam). Itu yang membuat aku kagum dan suka banget sama dia. Tapi rupanya kesamaan kami dalam segala hal, belum cukup bagi aku untuk merasa bahwa kami memang benar-benar pasangan serasi yang bisa meneruskan hubungan ini. Ada 1 hal yang sangat bertabrakan diantara kami dan bagi aku itu adalah prinsip, meski kami cocok dalam berbagai hal tapi di hal yang ini kami bersebrangan dan itu yang menjadikan alasan bagi saya untuk berbalik arah darinya dan mengatakan hubungan ini tak bisa diteruskan sebagai pasangan (pacar) tetapi lebih baik kita berteman saja. Ini awalnya membuat aku galau, tapi ini kenyataannya, jika kami teruskan maka akan banyak rasa sakit hati, meskipun konteksnya masih seputar percakapan, dia belum membuktikannya dengan perbuatan, tapi aku takut dari pemikirannya yang seperti itu maka perbuatannya tidak akan jauh dari apa yang dipikirkannya.
Aku adalah orang yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai perempuan, hak-hak perempuan dan kesetaraan gender (tapi aku bukan feminisme). Bukan karena aku perempuan, tapi karena aku mensyukuri aku tinggal di negeri yang sama orang luar dipandang sebelah mata, tapi di negeri inilah kaum perempuan dihargai, hal ini dapat dilihat dari kebebasan kaum perempuan memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, perempuan bisa berkompetensi dengan kaum pria di bidang pekerjaan, perempuan bisa jadi Presiden, perempuan punya power. Aku sangat mensyukuri lahir sebagai perempuan di negeri ini. Apa jadinya jika aku lahir di Pakistan dimana wanita tidak leluasa bekerja, mereka dibatasi. Atau gimana kalau aku lahir di negara Arab yang tidak jauh berbeda dengan Pakistan mengenai keterbatasan wanita beraktualisasi, meskipun lebih fleksible dibanding Pakistan.
Dibanyak diskusi kami seputar wanita dan perempuan, aku semakin galau dan tidak yakin jika aku menikah dengan dia maka dia akan menghargai aku sebagai perempuan, dia akan memenuhi hak-hak aku sebagai perempuan, semua itu rasanya bak jauh panggang dari api, bak menabur air ke langit. Dari pemikirannya tentang laki-laki yang lebih berhak, lebih hebat, lebih leluasa dalam segala hal, mengindikasikan bahwa apa yang akan dia lakukan, dia putuskan terhadap aku sebagai perempuan akan sama dengan pemikirannya.
Contoh kecil, di Indonesia, komnas perlindungan perempuan bisa mengatakan bahwa suami yang menikah lagi tanpa ijin dari istri sebelumnya maka diduga melakukan kejahatan dalam pernikahan, tetapi disana... di negara dia dan bagi dia suami tidak perlu ijin dari istri pertamanya untuk menikah lagi karena itu bukan urusan seorang istri, selama suami bisa menafkahi dan memenuhi kebutuhan sang istri maka urusan nikah lagi itu bukan urusan istri. Bagaimana bukan urusan istri? apakah dia gak tau kalau wanita itu manusia yang juga punya hati? Bagaimana seorang wanita bisa membiarkan cintanya dibagi dua? suaminya berbagi ranjang? Apakah kaum laki-laki siap berbagi ranjang istrinya dengan laki-laki lain? Memang ijin bukan keharusan tapi merupakan keetisan, karena menikahi wanita bukan hewan, dia (laki-laki) bertanggung jawab kepada Allah telah bersedia menikahi wanita yg jadi istrinya, etis gak kalau tidak ijin poligami sementara mungkin istrinya tidak bersedia dipoligami karena merasa tidak ada yang kurang darinya? etis atau gak, gak ijin poligami sementara istri udah berusaha sekuat tenaga menjadi istri yang terbaik, susah senang diterima? etis atau engga, gak ijin poligami sementara istrinya sudah bertarung nyawa untuk melahirnkan anak-anaknya? kalau dikatakan tidak perlu ijin istri, maka pertanyaan aku disini adalah kau anggap apa wanita (istri) itu? kau anggap hewan atau robot yang tak punya hati?
Diskusi kami selanjutnya adalah tentang kasus Bapak Bupati Garut, dimana menurut pendapat aku, tidaklah etis seorang Kepala Daerah dengan mudahnya menceraikan wanita hanya karena alasan naif keperawanan, atau alasan perbedaan prinsip diantara mereka. Apa yang menyakini Pak Bupati yang hanya 4 hari mengenal istrinya kemudia berkata berbeda prinsip kemudian bercerai? perbedaan prinsip yang bagaimana yang bisa dinilai hanya dalam waktu 4 hari kemudian sebegitu bulat tekadnya untuk bercerai? Apakah tidak ada jalan lain untuk damai atau bernegosiasi lagi dalam menyatukan perbedaan prinsip itu? Menurut aku yang namanya sudah menikah, jika didalamnya ada kekurangan pasangan kita maka kita harus siap menerima itu, beda sama pacaran dimana kita merasa beda prinsip dan gak bisa diteruskan maka kita berpisah, tapi kalau udah nikah apalagi baru 4 hari kemudian menyatakan bercerai karena perbedaan prinsip, ini secara logis kok ya bisa? kok ya dulu sebelum menikah gak beda prinsip? kok ya gak tau kalau dia memutuskan menikah artinya siap dengan resiko berbeda prinsip karena beda orang beda kepala, tugas dialah yang membimbing wanita untuk menyamakan persepsi, paling tidah diskusi dulu dari perbedaan prinsip itu, dan luruskan, jangan main ceraikan aja, mang nikahin anak kambing? Tapi menurut pacar ku hal ini gak ada yang salah, bapak Bupati itu tidak melakukan kesalahan, secara syariat Islam sudah benar rukun nikahnya dilakukan semua, ceraipun tidak ada yang salah karena bapak Bupati sudah bayar. What bayar??? ini nikah atau transaksi jual beli? oh jadi wanita itu barang ya? karena udah dibeli, trus abis diceraikan tetap dikasih uang, yang kesannya kaya ganti rugi atas status yang semula singgle menjadi janda. Inikah yang kaum lelaki pikirkan? egois, selfish menurutku. Habis manis sepah dibuang. Tapi dari nikah udah gak manis, makannya dibuang. Terima dong kalau dapet yang gak manis, kan udah jadi pilihan. Buah yang gak manis juga kalau diolah dengan benar terasa enak dimulut.
Jawaban pacarku yang mengatakan gak ada yang salah dengan kasus pak Bupati asal dia bayar sungguh sangat menonjok hatiku. Aku wanita, dan aku merasa kalau seperti ini wanita tidak lebih dari sekedar barang pemuas kebutuhan, kalau lelaki tak terpuasakan maka waktunya wanita dibuang. Kalau istri belum hamil-hamil maka istrilah yang disalahkan, dikatakan mandul, padahal sang suami belum cek ke dokter apakah dia sehat atau tidak? spermanya kuat atau tidak? Kasus nyata tetangga ku seorang wanita baik-baik yang manis namun harus rela diceraikan dan disalahkan keluarga laki-laki karena anak mereka meninggal setelah sebelumnya sakit parah. Kenapa menyalahkan istri? dimana tanggung jawab suami ketika anaknya sakit? apakah dia juga lupa bahwa kematian itu hak Allah? kenapa dia gak tanya dirinya sebelum nyalahin istrinya mengapa Allah mengambil lagi anaknya? hal yang mudah adalah menunjuk jidat istri dan mengatakan bahwa dialah manusia yang patut disalahkan dan harus diceraikan karena anaknya meninggal. Ironi dari keegoisan seorang lelaki.
Pacarku juga mengatakan bahwa dia heran dengan laki-laki Indonesia, dimana kalau masih pacaran, selalu dia liat sang cewek yang bayarin makan si cowok, atau kalau sudah menikah maka sang istri yang bayar makan di restauran. Aku mencoba menjelaskan, kalau disini (Indonesia) ada budaya bahwa kalau sudah menikah maka semua menjadi bagian satu sama lain, tidak ada yang dirahasiakan, tidak ada ini punya suami, itu punya istri termasuk gaji. Suami akan memberitahukan berapa gajinya, bahkan kebanyakan memberikan kepada istri untuk dikelola untuk kebutuhan rumahtangga mereka. Tapi menurut dia, laki-laki yang kerja maka laki-laki yang berhak ngatur uang, karena cewek bisa apa? bisanya cuma menghabiskan uang, dan sitri gak berhak tau berapa penghasilan suami, yang istri cukup tau adalah istri bisa makan, anak-anak bisa sekolah. Masalah uang lelaki paling jago. Okelah aku menyetujui hal ini, karena merujuk ke diri sendiri yang memang hobby belanja maka kalau uang ada ditangan pasti lenyap seketika. Tapi mengatakan istri tidak berhak tau penghasilan suami, why? merasa suami yang kerja jadi dia berhak atas uangnya sendiri? tapi istri kerja dinilai gak bagus juga, katanya di Indonesia cewek-cewek kasihan, disuruh kerja, kalau disana di negaranya cewek-cewek duduk manis aja, uang dateng sendiri dari suami. Hal ini saya pun setuju, ada baiknya istri dirumah aja kalau suami bisa mencukupi finasial keluarga, tapi balik lagi bukan mentang-mentang suami yang cari kerja jadi seenak-enak suami akan uang yang dia peroleh.
Dari diskusi kami diiatas yang telah aku ceritakan hanyalah sebagian kecil dari perbedaan pemikiran kami (aku dan pacarku), dimana aku berusaha semampu aku menunjukkan wanita tidak kalah dengan pria, disini aku bisa sekolah setinggi-tingginya, aku bisa bekerja dimanapun, tapi dia dengan segala budayanya selalu seolah-olah menunjukkan bahwa wanita tidak punya kebebasan, tidak sebebas lelaki, dibatasi haknya. Terlihat jelas, baginya wanita itu punya keterbatasan hak, jangan banyak nuntut, gak punya power. Helllooooo di sini di negeri ku Indonesia, banyak wanita-wanita hebat lho? karena apa? karena mereka bebas beraktualisasi dan haknya tidak dibatasi selama tidak menyalahi kodratnya sebagai perempuan.
Intinya daripada aku makan hati terus menerus merasa rendah sebagai wanita, terus makan hati berdebat dengannya, terus galau, mendingan aku putusin dia, dan gapai kebebasanku sendiri, mudah-mudahan kelak aku mendapatkan lelaki yang juga menghargai kaum perempuan seperti dia menghargai ibunya, atau saudara perempuannya. Soooo.... aku gak galau lagi sekarang. Tuhan menciptakan wanita adalah dari tulang rusuk lelaki, bayangkan jika pria sempurna, lengkap kaki, mata dan segalanya, namun dari jumlah tulang rusuknya kurang 1, apa yang terjadi??? Bisakah dia berdiri tegap? Karena itulah jangan merendahkan wanita, toh kita lahir gak dikasih pilihan mau jadi wanita or laki-laki. So guys... Hargailah wanita ya, maka kelak lelaki pun dihargai wanita.
"Putus sama Gaston,,,Jupe GALAU"
"Jokowi lagi GALAU"
"Mama GALAU niy"
"Cius,,,kita putus??? kamu bikin aku GALAU"
Itulah sepenggal kalimat yang memuat kata GALAU, seringkali kita nyebut ini kalau pikiran kita lagi bingung, hati lagi resah gelisah gundah gulana cetar membahana badai halilintar geledek petir puting beliung tornado deh pokoknya (cape niy gw nulisnya). Sama seperti yang lagi gw alami sekarang. Pacaran dari dulu gak pernah ada yang awet, diusia gw yang udah gak muda lagi pengennya nemu satu aja cowok yang bisa meyakinkan gw ke jenjang lebih serius, yang ada adalah yang sering nyakitin, beda prinsip, beda pemikiran yang ujung-ujungnya sering cekcok dan pada akhirnya gw mikir bahwa dia bukan pria yang tepat untuk mendampingi gw karena gak ngerti maunya gw apa dan selalu beda pemikiran.
Mulai dari pacaran sama cowok baik hati yang rela nerima gw lagi meski udah gw selingkuhin, trus pacaran 3 tahun sama cowok gak jelas segala-galanya, sampe sama cowok yang selalu mau menang sendiri undah pernah gw jalanin. Yang terakhir ini memang sedikit berat, meski udah 1,6 bulan kita bersama, meski udah berusaha semampu gw menurunkan ego gw, mentoleransi setiap kesalahan dia, mencoba menerima kekurangan dia, mencoba menuruti keinginannya, tetapi makin kesini kita bukan makin cocok tapi makin terlihat jelas perbedaan diantara kita. Meski umur kita sama, tingkat pendidikan kita sama, dalam berbagai hal kita punya selera dan kebiasaan bersama (seneng sama kebersihan, seneng renang, suka makanan asin dan pedas), dia tipe aku banget dimana dia ada jiwa pemimpin yang tegas, bisa ambil keputusan sendiri, gak plin plan, bisa melindungi, tapi dari segi pemikiran banyak sekali perbedaan prinsip. Tentu kalau temen-temen sempat baca tulisan saya yang membahas diskusi saya dengan dia mengenai poligami, itu hanya sebagian kecil perbedaan pemikiran antara kita. Berlanjut ke topik panas minggu ini tentang Bupati Garut yang menceraikan istri mudanya hanya dalam tempo 4 hari pasca nikah, hubungan saya dan dia (pacar) pun ikut terbawa panas karena beda pemikiran kami atas kasus ini.
Kami berdua orang yang senang berdiskusi, membahas setiap kasus atau masalah mulai dari ekonomi, bisnis, politik lintas negara, makanan, kebersihan, budaya timur dan barat, kesemua itu kami punya pendapat yang sama, aku menyetujui setiap opininya, aku mengakui keterbatasan negara ku tercinta dalam segala hal. Dari segi bisnis kami punya pikiran yang sama. Jarang banget aku menemukan cowok seperti dia yang basic pendidikannya di bidang kesehatan dan biologi tapi paham dan berwawasan luas tentang segala aspek (poleksosbudhankam). Itu yang membuat aku kagum dan suka banget sama dia. Tapi rupanya kesamaan kami dalam segala hal, belum cukup bagi aku untuk merasa bahwa kami memang benar-benar pasangan serasi yang bisa meneruskan hubungan ini. Ada 1 hal yang sangat bertabrakan diantara kami dan bagi aku itu adalah prinsip, meski kami cocok dalam berbagai hal tapi di hal yang ini kami bersebrangan dan itu yang menjadikan alasan bagi saya untuk berbalik arah darinya dan mengatakan hubungan ini tak bisa diteruskan sebagai pasangan (pacar) tetapi lebih baik kita berteman saja. Ini awalnya membuat aku galau, tapi ini kenyataannya, jika kami teruskan maka akan banyak rasa sakit hati, meskipun konteksnya masih seputar percakapan, dia belum membuktikannya dengan perbuatan, tapi aku takut dari pemikirannya yang seperti itu maka perbuatannya tidak akan jauh dari apa yang dipikirkannya.
Aku adalah orang yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai perempuan, hak-hak perempuan dan kesetaraan gender (tapi aku bukan feminisme). Bukan karena aku perempuan, tapi karena aku mensyukuri aku tinggal di negeri yang sama orang luar dipandang sebelah mata, tapi di negeri inilah kaum perempuan dihargai, hal ini dapat dilihat dari kebebasan kaum perempuan memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, perempuan bisa berkompetensi dengan kaum pria di bidang pekerjaan, perempuan bisa jadi Presiden, perempuan punya power. Aku sangat mensyukuri lahir sebagai perempuan di negeri ini. Apa jadinya jika aku lahir di Pakistan dimana wanita tidak leluasa bekerja, mereka dibatasi. Atau gimana kalau aku lahir di negara Arab yang tidak jauh berbeda dengan Pakistan mengenai keterbatasan wanita beraktualisasi, meskipun lebih fleksible dibanding Pakistan.
Dibanyak diskusi kami seputar wanita dan perempuan, aku semakin galau dan tidak yakin jika aku menikah dengan dia maka dia akan menghargai aku sebagai perempuan, dia akan memenuhi hak-hak aku sebagai perempuan, semua itu rasanya bak jauh panggang dari api, bak menabur air ke langit. Dari pemikirannya tentang laki-laki yang lebih berhak, lebih hebat, lebih leluasa dalam segala hal, mengindikasikan bahwa apa yang akan dia lakukan, dia putuskan terhadap aku sebagai perempuan akan sama dengan pemikirannya.
Contoh kecil, di Indonesia, komnas perlindungan perempuan bisa mengatakan bahwa suami yang menikah lagi tanpa ijin dari istri sebelumnya maka diduga melakukan kejahatan dalam pernikahan, tetapi disana... di negara dia dan bagi dia suami tidak perlu ijin dari istri pertamanya untuk menikah lagi karena itu bukan urusan seorang istri, selama suami bisa menafkahi dan memenuhi kebutuhan sang istri maka urusan nikah lagi itu bukan urusan istri. Bagaimana bukan urusan istri? apakah dia gak tau kalau wanita itu manusia yang juga punya hati? Bagaimana seorang wanita bisa membiarkan cintanya dibagi dua? suaminya berbagi ranjang? Apakah kaum laki-laki siap berbagi ranjang istrinya dengan laki-laki lain? Memang ijin bukan keharusan tapi merupakan keetisan, karena menikahi wanita bukan hewan, dia (laki-laki) bertanggung jawab kepada Allah telah bersedia menikahi wanita yg jadi istrinya, etis gak kalau tidak ijin poligami sementara mungkin istrinya tidak bersedia dipoligami karena merasa tidak ada yang kurang darinya? etis atau gak, gak ijin poligami sementara istri udah berusaha sekuat tenaga menjadi istri yang terbaik, susah senang diterima? etis atau engga, gak ijin poligami sementara istrinya sudah bertarung nyawa untuk melahirnkan anak-anaknya? kalau dikatakan tidak perlu ijin istri, maka pertanyaan aku disini adalah kau anggap apa wanita (istri) itu? kau anggap hewan atau robot yang tak punya hati?
Diskusi kami selanjutnya adalah tentang kasus Bapak Bupati Garut, dimana menurut pendapat aku, tidaklah etis seorang Kepala Daerah dengan mudahnya menceraikan wanita hanya karena alasan naif keperawanan, atau alasan perbedaan prinsip diantara mereka. Apa yang menyakini Pak Bupati yang hanya 4 hari mengenal istrinya kemudia berkata berbeda prinsip kemudian bercerai? perbedaan prinsip yang bagaimana yang bisa dinilai hanya dalam waktu 4 hari kemudian sebegitu bulat tekadnya untuk bercerai? Apakah tidak ada jalan lain untuk damai atau bernegosiasi lagi dalam menyatukan perbedaan prinsip itu? Menurut aku yang namanya sudah menikah, jika didalamnya ada kekurangan pasangan kita maka kita harus siap menerima itu, beda sama pacaran dimana kita merasa beda prinsip dan gak bisa diteruskan maka kita berpisah, tapi kalau udah nikah apalagi baru 4 hari kemudian menyatakan bercerai karena perbedaan prinsip, ini secara logis kok ya bisa? kok ya dulu sebelum menikah gak beda prinsip? kok ya gak tau kalau dia memutuskan menikah artinya siap dengan resiko berbeda prinsip karena beda orang beda kepala, tugas dialah yang membimbing wanita untuk menyamakan persepsi, paling tidah diskusi dulu dari perbedaan prinsip itu, dan luruskan, jangan main ceraikan aja, mang nikahin anak kambing? Tapi menurut pacar ku hal ini gak ada yang salah, bapak Bupati itu tidak melakukan kesalahan, secara syariat Islam sudah benar rukun nikahnya dilakukan semua, ceraipun tidak ada yang salah karena bapak Bupati sudah bayar. What bayar??? ini nikah atau transaksi jual beli? oh jadi wanita itu barang ya? karena udah dibeli, trus abis diceraikan tetap dikasih uang, yang kesannya kaya ganti rugi atas status yang semula singgle menjadi janda. Inikah yang kaum lelaki pikirkan? egois, selfish menurutku. Habis manis sepah dibuang. Tapi dari nikah udah gak manis, makannya dibuang. Terima dong kalau dapet yang gak manis, kan udah jadi pilihan. Buah yang gak manis juga kalau diolah dengan benar terasa enak dimulut.
Jawaban pacarku yang mengatakan gak ada yang salah dengan kasus pak Bupati asal dia bayar sungguh sangat menonjok hatiku. Aku wanita, dan aku merasa kalau seperti ini wanita tidak lebih dari sekedar barang pemuas kebutuhan, kalau lelaki tak terpuasakan maka waktunya wanita dibuang. Kalau istri belum hamil-hamil maka istrilah yang disalahkan, dikatakan mandul, padahal sang suami belum cek ke dokter apakah dia sehat atau tidak? spermanya kuat atau tidak? Kasus nyata tetangga ku seorang wanita baik-baik yang manis namun harus rela diceraikan dan disalahkan keluarga laki-laki karena anak mereka meninggal setelah sebelumnya sakit parah. Kenapa menyalahkan istri? dimana tanggung jawab suami ketika anaknya sakit? apakah dia juga lupa bahwa kematian itu hak Allah? kenapa dia gak tanya dirinya sebelum nyalahin istrinya mengapa Allah mengambil lagi anaknya? hal yang mudah adalah menunjuk jidat istri dan mengatakan bahwa dialah manusia yang patut disalahkan dan harus diceraikan karena anaknya meninggal. Ironi dari keegoisan seorang lelaki.
Pacarku juga mengatakan bahwa dia heran dengan laki-laki Indonesia, dimana kalau masih pacaran, selalu dia liat sang cewek yang bayarin makan si cowok, atau kalau sudah menikah maka sang istri yang bayar makan di restauran. Aku mencoba menjelaskan, kalau disini (Indonesia) ada budaya bahwa kalau sudah menikah maka semua menjadi bagian satu sama lain, tidak ada yang dirahasiakan, tidak ada ini punya suami, itu punya istri termasuk gaji. Suami akan memberitahukan berapa gajinya, bahkan kebanyakan memberikan kepada istri untuk dikelola untuk kebutuhan rumahtangga mereka. Tapi menurut dia, laki-laki yang kerja maka laki-laki yang berhak ngatur uang, karena cewek bisa apa? bisanya cuma menghabiskan uang, dan sitri gak berhak tau berapa penghasilan suami, yang istri cukup tau adalah istri bisa makan, anak-anak bisa sekolah. Masalah uang lelaki paling jago. Okelah aku menyetujui hal ini, karena merujuk ke diri sendiri yang memang hobby belanja maka kalau uang ada ditangan pasti lenyap seketika. Tapi mengatakan istri tidak berhak tau penghasilan suami, why? merasa suami yang kerja jadi dia berhak atas uangnya sendiri? tapi istri kerja dinilai gak bagus juga, katanya di Indonesia cewek-cewek kasihan, disuruh kerja, kalau disana di negaranya cewek-cewek duduk manis aja, uang dateng sendiri dari suami. Hal ini saya pun setuju, ada baiknya istri dirumah aja kalau suami bisa mencukupi finasial keluarga, tapi balik lagi bukan mentang-mentang suami yang cari kerja jadi seenak-enak suami akan uang yang dia peroleh.
Dari diskusi kami diiatas yang telah aku ceritakan hanyalah sebagian kecil dari perbedaan pemikiran kami (aku dan pacarku), dimana aku berusaha semampu aku menunjukkan wanita tidak kalah dengan pria, disini aku bisa sekolah setinggi-tingginya, aku bisa bekerja dimanapun, tapi dia dengan segala budayanya selalu seolah-olah menunjukkan bahwa wanita tidak punya kebebasan, tidak sebebas lelaki, dibatasi haknya. Terlihat jelas, baginya wanita itu punya keterbatasan hak, jangan banyak nuntut, gak punya power. Helllooooo di sini di negeri ku Indonesia, banyak wanita-wanita hebat lho? karena apa? karena mereka bebas beraktualisasi dan haknya tidak dibatasi selama tidak menyalahi kodratnya sebagai perempuan.
Intinya daripada aku makan hati terus menerus merasa rendah sebagai wanita, terus makan hati berdebat dengannya, terus galau, mendingan aku putusin dia, dan gapai kebebasanku sendiri, mudah-mudahan kelak aku mendapatkan lelaki yang juga menghargai kaum perempuan seperti dia menghargai ibunya, atau saudara perempuannya. Soooo.... aku gak galau lagi sekarang. Tuhan menciptakan wanita adalah dari tulang rusuk lelaki, bayangkan jika pria sempurna, lengkap kaki, mata dan segalanya, namun dari jumlah tulang rusuknya kurang 1, apa yang terjadi??? Bisakah dia berdiri tegap? Karena itulah jangan merendahkan wanita, toh kita lahir gak dikasih pilihan mau jadi wanita or laki-laki. So guys... Hargailah wanita ya, maka kelak lelaki pun dihargai wanita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar